STAD untuk Pembelajaran IPA |
Oleh Perdy Karuru | |
Thursday, 11 January 2007 | |
Abstrak : Salah satu upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di kelas adalah dengan mengembangkan perangkat pembelajaran. Pengembangan perangkat pembelajaran dimaksudkan untuk menemukan perangkat yang digunakan di SLTP. Penerapan perangkat ini dilakukan oleh guru mitra yang telah dilatih melalui praktek pemodelan.
Dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa temuan antara lain guru dalam mengelola pembelajaran cukup baik, dan dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student centered, serta dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa. Hasil belajar yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif.
Kata Kunci: Pendekatan keterampilan proses (PKP), Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division), perangkat pembelajaran, kualitas belajar.
1. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan alam (IPA) telah melaju dengan pesatnya. Hal ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan IPA berkembang dengan pesat. Perkembangan IPA yang begitu pesat, menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep IPA, yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Untuk dapat menyesuaikan perkembangan IPA kreatifitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak ditingkatkan. Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan.
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya ilmu pengetahuan alam arah perkembangannya tidak terlepas dari Kurikulum SLTP 1994, yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah dan menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja (produk ilmiah) tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Jadi, proses atau keterampilan proses atau metode ilmiah itu merupakan bagian dari IPA khususnya bidang studi IPA-Fisika. Selama siswa menggunakan sikap ilmiah, maka IPA merupakan pengetahuan yang dinamis tidak statis baik dalam teori maupun dalam praktek. IPA bukan sekedar pengetahuan, tetapi IPA adalah human enterprise yang melibatkan operasi mental, keterampilan, dan strategi, yang dirancang manusia untuk menemukan hakikat jagad raya.
Menurut kurikulum SLTP 1994, pendekatan IPA adalah pendekatan keterampilan proses yang menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Hal ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA di SLTP tidak hanya berlandaskan pada teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan pada prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif. Namun kenyataan di lapangan proses belajar mengajar masih didominasi metode konvensional.
Hal ini sejalan dengan pengamatan Sukabdiyah (1999:3) bahwa di sekolah sebagian guru IPA di SLTP yang pernah ikut PKG kembali lagi ke metode konvensional dengan berbagai alasan, akibatnya banyak kegagalan yang dialami siswa. Lebih jauh, Sukabdiyah menjelaskan hasil pengamatannya bahwa nilai EBTANAS Murni pada mata pelajaran IPA siswa SLTP Negeri-Swasta Jakarta Barat tahun ajaran 1999/2000, dari 25.473 siswa yang ikut ujian jumlah siswa yang memperoleh kualifikasi D dengan NEM 4,51 - 5,50 adalah 10.123 siswa atau 40%, dan kualifikasi E dengan NEM <>slow learner, mereka mungkin tidak mendapatkan pelajaran IPA yang sesuai.
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses IPA, para guru sebaiknya membuat rencana pembelajaran untuk satu cawu. Dalam perencana ini ditentukan semua konsep-konsep yang dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses IPA yang akan dikembangkan. Gagne dalam Dahar (1986:18) menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan IPA anak akan dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat.
Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Agar keterampilan proses yang dikembangkan dapat berjalan, siswa perlu dilatih keterampilan proses tersebut sebelum pendekatan keterampilan proses itu dapat dilaksanakan. Menurut Nur (1996:10) pendekatan keterampilan proses dapat berjalan bila siswa telah memiliki keterampilan proses yang diperlukan untuk satuan pelajaran tertentu.
Menurut Kurikulum SLTP 1994, pendekatan adalah pendekatan keterampilan proses yang menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Hal ini berarti proses belajar mengajar di SLTP tidak hanya berlandaskan pada teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif. Implikasi teori belajar kognitif dalam pengajaran IPA adalah memusatkan kepada berpikir atau proses mental anak, dan tidak sekedar kepada hasilnya. Relevansi dari teori konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.
Menurut Vygotsky, implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif pada masing-masing zona perkembangan terdekat mereka. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama.
Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik siswa terlebih dahulu dilatih keterampilan-keterampilan kooperatif sebelum pembelajaran kooperatif itu digunakan. Hal ini dilakukan agar siswa telah memiliki keterampilan yang diperlukan untuk satuan pembelajaran tertentu. Keterampilan kooperatif yang dilatih seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan/menanggapi, menyampaikan ide/pendapat, mendengarkan secara aktif, berada dalam tugas, dan sebagainya.
Agar tujuan pembelajaran mencapai sasaran dengan baik seperti yang tercantum dalam kurikulum, selain digunakan model pembelajaran yang sesuai, perlu adanya perangkat pembelajaran yang sesuai pula. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran yang dicancang oleh peneliti yang memuat informasi berharga yang dibutuhkan guru, khususnya berbagai macam strategi dan metode serta sumber belajar yang ditempatkan pada halaman samping sehingga sangat mudah dilihat dan mudah dipahami. Keunggulan perangkat dalam penelitian ini dibandingkan dengan perangkat pembelajaran yang digunakan di sekolah selama ini khususnya di SLTP Ciputra Surabaya adalah kebutuhan siswa yang dimiliki tingkat kemampuan yang berbeda dapat ditangani. Untuk memenuhi kebutuhan seperti itu perangkat ini dilengkapi dengan alternatif strategi pengajaran, berupa buku panduan untuk seluruh siswa, buku guru, LKS (lembar kegiatan siswa), penguatan untuk siswa dengan kemampuan rata-rata, dan pengayaan untuk siswa di atas rata-rata.
2. Kajian Literatur
2. 1 Tinjauan Umum Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya (Slavin, 1995).
Menurut Thomson, et al (1995), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku (Thomson, 1995). Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
Perlu ditekankan kepada siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh anggota timnya menyelesaikan seluruh tugas. Siswa diminta menjelaskan jawabannya di lembar kerja siswa (LKS). Apabila seorang siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompok diminta untuk menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada guru. Pada saat siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling di antara anggota kelompok, memberikan pujian dan mengamati bagaimana kelompok bekerja. Pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa menverbalisasi gagasan-gagasan dan dapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep secara aktif (Thomson et al. 1995).
Pada saatnya, kepada siswa diberikan evaluasi dengan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes yang diberikan. Diusahakan agar siswa tidak bekerjasama pada saat mengikuti evaluasi, pada saat ini mereka harus menunjukkan apa yang mereka pelajari sebagai individu.
2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113). Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untu belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 1 berikut ini.
2.3 Keterampilan-keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai sebagai berikut (Lundgren, 1994).
2.3.1 Keterampilan Tingkat Awal
(1) Menggunakan Kesepakatan
Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok.
(2) Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain. Hal ini berarti bahwa harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja dikritik yang diberikan itu ditunjukkan terhadap ide dan tidak individu.
(3) Mengambil giliran dan berbagai tugas.
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
(4) Berada dalam kelompok.
Makasud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung
(5) Berada dalam tugas.
Artinya bahwa meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
(6) Mendorong partisipasi.
Mendorong partisipasi artinya mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
(7) Mengundang orang lain
(8) Menyelesaikan tugas pada waktunya.
(9) Menghormati perbedaan individu
2.3.2. Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan.
2.3.3 Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.
2.4 Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen.
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demoksari dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menetapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembetukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Agar pelajaran dengan pembelajaran kooperatif ingin menjadi sukses, materi pelajaran yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional yang berhubungan dengan kerja kelompok secara hati-hati mengelola tingkah laku siswa.
3. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan umum penelitian ini, yaitu mengembangkan perangkat pembelajaran IPA Fisika di SLTP yang berorientasi pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian pengembangan dan penelitian tindakan. Selain itu penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana meningkatkan kualitas belajar IPA siswa SLTP dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka penelitian ini merupakan penelitian eksperimen.
Dalam proses pengembangan perangkat pembelajaran yang berorientasi pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD digunakan Four-D Model yang dikembangkan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974:5) yang terdiri dari empat tahap yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan dan penyebaran. Namun dalam penelitian ini pengembangan perangkat pembelajaran hanya sampai pada tahap pengembangan, karena perangkat yang digunakan belum disebarkan ke sekolah-sekolah yang lain artinya perangkat tersebut digunakan pada sekolah uji coba. Keempat tahap tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Diagram Alir Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Sedangkan untuk mengimplementasikan perangkat pembelajaran digunakan rancangan penelitian tindakan yaitu rencana tindakan observasi-refleksi.
Gambar 2. Siklus Rancangan Penelitian Tindakan
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SLTP Ciputra Surabaya sebanyak 66 orang siswa. Untuk menentukan kelas uji coba dan kelas eksperimen, digunakan sampling random sederhana, sehingga diperoleh kelas IIA sebagai kelas eksperimen, kelas IIC sebagai kelas kontrol dan kelas II B sebagai kelas uji coba. Kelas uji coba digunakan untuk menyempurnakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan, dan diajar dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD sehingga layak digunakan pada uji coba selanjutnya (uji coba 2). Sedangkan kelas eksperimen dan kelas kontrol diajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran dan guru yang sama, tetapi pembelajaran yang digunakan berbeda yakni kelas eksperimen diajar dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD sedangkan kelas kontrol diajar bukan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat dan metode pengumpulan data, yaitu tes (THB produk, THB Proses, dan THB Psikomotor), observasi, dan angket. Instrumen pengambil data dipergunakan untuk pengambilan data, dari variabel-variabel yang akan diukur.
Tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa setelah diberikan perlakuan. Angket ditujukkan pada siswa, untuk melihat pendapatnya terhadap materi pelajaran, buku siswa, lembar kerja siswa, suasana belajar di kelas, dan cara penyajian materi oleh guru dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD, serta untuk mengetahui minat siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar berikutnya dengan pembelajaran ini. Selain itu angket juga dimaksudkan untuk mengetahui baru tidaknya keterampilan-keterampilan kooperatif dan keterampilan proses yang dilatihkan serta senang tidaknya terhadap keterampilan-keterampilan tersebut.
Untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengelola kelas, dan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran serta kemampuan guru dalam melatihkan keterampilan proses digunakan lembar obsevasi yang dikembengkan sendiri oleh peneliti.
Untuk menganalisis data lapangan digunakan teknik interobserver agreement yaitu menghitung reliabilitas instrumen pengamatan, dan sensitivitas butir soal. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen digunakan analisis kovarians (ANAKOVA). Yang menjadi variabel manipulasi (X) adalah belajar dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD dan variabel respon (Y) adalah hasil belajar siswa, yang melibatkan satu variabel penyerta (covariat) yaitu kemampuan awal siswa.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Analisis Deskriptif
Dalam analisis deskriptif ini, yang dibahas adalah data kelas eksperimen dan tidak dibandingkan dengan kelas kontrol karena pembelajaran di kelas kontrol tidak diamati, kecuali data tes hasil belajar produk. Data tes hasil belajar produk selain dianalisis dengan statistik deskriptif, juga dianalisis dengan statistik inferensial untuk melihat ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
4.1.1 Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini antara lain Buku Guru, Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), APRP, dan RP. Selain itu, peneliti juga mengembangkan instrumen penelitian yaitu lembar pengamatan, tes, dan angket.
4.1.2 Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Dari hasil perhitungan statistik deskriptif diketahui bahwa skor rata-rata untuk masing-masing kategori pengamatan yang meliputi persiapan sebesar 3,75, pendahuluan 3,42, kegiatan inti 3,29, penutup 3,06, pengelolaan waktu 3,38, dan suasana kelas sebesar 3,51. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa secara umum guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah cukup baik. Guru mampu menyiapkan alat/bahan yang digunakan dalam pembelajaran, serta mampu melatihkan keterampilan proses dan keterampilan kooperatif dan mengoperasikan perangkat pembelajaran dengan alokasi waktu yang sesuai, bahkan guru dapat membuat siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran.
4.1.3 Aktivitas Guru dan Siswa
Hasil analisis data penelitian tentang aktivitas guru dan siswa, guru selama kegiatan inti dalam menjelaskan materi/menyampaikan informasi sebesar 14.55%, mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar kooperatif 8.90%, membimbing siswa mengerjakan LKS dengan benar 28.41%, mendorong dan melatihkan keterampilan kooperatif 14.55%. Dengan demikian sebagian besar waktu yang digunakan guru selama kegiatan belajar mengajar, membimbing siswa mengerjakan LKS, dan melatihkan keterampilan proses. Hal ini sesuai dengan skenario pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menekankan pada kerjasama untuk mengembangkan keterampilan kognitif yang melibatkan keterampilan penalaran dan fisik seseorang untuk membangun suatu gagasan/pengetahuan baru atau menyempurnakan penggetahuan yang sudah terbentuk untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 11,61%, membaca buku siswa, LKS (termasuk menulis) 10,51%, mengerjakan LKS dengan benar 28,73%, berlatih melakukan keterampilan kooperatif sebesar 14,61%, berlatih melakukan keterampilan proses 21,22%, dan mempresentasikan hasil kerja kelompok sebesar 13,31%. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar waktu yang digunakan siswa selama kegiatan belajar mengajar adalah mengerjakan LKS, dan berlatih melakukan keterampilan proses.
Bila dilihat dari angka aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar, maka secara keseluruhan aktivitas guru dan siswa menunjukkan pembelajaran yang berorientasi pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD berpusat pada siswa, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini terlihat dari persentase aktivitas siswa yang selain mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru cukup tinggi yaitu 88.4%.
4.1.4 Kemampuan Guru Dalam Melatihkan Keterampilan Proses
Hasil penilaian kemampuan guru dalam melatihkan keterampilan proses untuk 4 kali pertemuan (4 RP) skor rata-rata tiap aspek adalah meramalkan 3,5, membuat peta konsep 3,00, merumuskan hipotesis 3,50, mengkomunikasikan 3,38, dengan rentang penillaian 1 – 4. Data ini menunjukkan bahwa guru menguasai dan terampil dalam melatihkan setiap komponen keterampilan proses yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk pokok bahasan listik statis
4.1.5 Tes Hasil Belajar
(1) Tes Hasil Belajar Produk
Jumlah soal yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 22 nomor yang terdiri dari 16 soal pilihan ganda dan 6 soal uraian dengan skor tiap nomor soal 0 - 1. Soal tersebut diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebanyak dua kali yaitu uji awal (U1) dan uji akhir (U2) yang diikuti 23 siswa untuk kelas eksperimen dan 21 siswa untuk kelas kontrol. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata proporsi uji awal dan uji akhir eksperimen adalah 0,47 dan 0,86. Hal ini terjadi peningkatan proporsi jawaban benar siswa sebesar 0,39. Sedangkan rata-rata proporsi jawaban siswa untuk kelas kontrol adalah 0,47 dan 0,68. Jadi terdapat peningkatan jawaban benar siswa untuk kelas kontrol sebesar 0,21. Data ini menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa dari pada pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
(2) Tes Hasil Belajar Proses
Tes hasil belajar proses yang dikembangkan dalam penelitian ini sebanyak 7 soal yang semuanya dalam bentuk subjektif. Tes tes tersebut diberikan dua kali yaitu uji awal (U1) dan uji akhir (U2) yang diikuti 23 orang siswa dan hanya diberikan pada kelas eksperimen. Berdasarkan hasil analisis data tes hasil belajar proses diperoleh bahwa proporsi jawaban benar siswa mengalami peningkatan sebesar 0,63 yaitu dari 0,25 menjadi 0,88.
(3) Tes Hasil Belajar Psikomotor
Pada ranah pembelajaran yang mengukur psikomotor, diperoleh petunjuk bahwa guru mampu mencapai ketuntasan belajar secara klasikal pada bahan kajian listrik statis. Pada pertemuan 1 dan 2, selama pembelajaran siswa dilatih cara mengoperasikan elektroskop dan alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pengamatan. Setelah melakukan latihan cara mengoperasikan elektroskop tampak adanya peningkatan yang tajam pada rata-rata proporsi siswa yang terampil mengoperasikan elektroskop yang dilatihkan tersebut.
Pada uji akhir tes kinerja psikomotor rata-rata proporsi siswa mengoperasikan elektroskop adalah 96 %. Dengan demikian terdapat peningkatan proporsi jawaban siswa dari 0,21 menjadi 0,96.
4.1.6 Respon Siswa Terhadap KBM
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa 80% siswa senang terhadap keterampilan kooperatif, dan 75,5% berpendapat bahwa perangkat yang digunakan baru. Selain itu respon siswa tentang keterampilan proses, 82,6% senang dan 72,2% berpendapat baru mengenai keterampilan proses yang digunakan. Data ini menunjukkan bahwa siswa senang mengikuti pembelajaran jika pembelajaran menggunakan keterampilan kooperatif dan keterampilan proses, khususnya pada komponen keterampilan proses melakukan pengamatan dimana pendapat siswa senang dalam melakukan pengamatan sebesar 95,7%.
4.2 Analisis Inferensial
Data hasil belajar produk kelas eksperimen dan kelas kontrol secara rinci dapat disajikan dalam Tabel 2 berikut.
Dari Tabel 2 di atas, diperoleh F* = 43,86; jika dibandingkan dengan F0,95(1,42) pada taraf signifikan a = 0,05 diperoleh F* > F0,95(1,42), sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak H1 diterima, artinya ada perbedaan hasil belajar produk antara siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diajar tidak menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Persamaan garis regresi linier untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah sejajar atau gradien kedua garis adalah homogen, karena nilai F* yang diperoleh dari uji kesejajaran adalah 3,38, dan F0,95(1,40) = 4,08, maka F* <>0,95(1,40) sehingga H0 ditolak artinya kedua model regresi linier dalam tes hasil belajar produk untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah sejajar.
Koefesien arah (koefesien b) regresi linier menyatakan perubahan rata-rata variabel Y untuk setiap perubahan variabel X. Perubahan ini memberikan gambaran bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Dari persamaan regresi untuk kelas kontrol diperoleh Ý = 35,8891 + 0,629X, dengan demikian b = 0,629 berarti untuk setiap X (uji awal) bertambah dengan nilai satu, rata-rata nilai Y bertambah dengan 0,629. Sedangkan persamaan regresi linier untuk kelas eksperimen diperoleh Ý = 33,7017 + 1,1243X. Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai b = 1,1243, sehingga untuk setiap X bertambah nilai satu unit, rata nilai Y bertambah dengan 1,1243. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari hasil belajar siswa.
5. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Prototipe perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah Buku Siswa, Buku Guru, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Acuan Penyusunan Rencana Pembelajaran (APRP), Rencana Pembelajaran (RP), dan Lembar Evaluasi.
(2) Guru mampu mengelola pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik, dan mampu melatihkan dan mengoperasikan dengan baik perangkat pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan, serta membuat siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran.
(a) Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student centered.
(b) Guru mampu menguasai dan terampil dalam melatihkan keterampilan proses yang digunakan dalam pembelajaran.
(c) Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa serta sebagian tujuan pembelajaran khusus yang dirumuskan tuntas.
(d) Respon siswa terhadap komponen kegiatan belajar mengajar yaitu berminat mengikuti pembelajaran berikutnya jika digunakan pembelajaran yang berorientasi pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD.
(f) Hasil belajar siswa yang diajar pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada siswa yang diajar tidak menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
6. Saran
(1) Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilam kooperatif sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.
(2) Guru perlu menambah wawasannya tentang teori belajar dan model-model pembelajaran yang inovatif.
(3) Oleh karena perangkat yang dikembangkan dalam penelitian ini efektif digunakan dalam mengajarkan pokok bahasan listrik statis, maka disarankan agar juga dikembangkan bagi sekolah-sekolah lainnya khususnya bagi sekolah-sekolah yang rendah kualitasnya.
(4) Agar pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses berorientasi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat berjalan, sebaiknya guru membuat perencanaan mengajar materi pelajaran, dan menentukan semua konsep-konsep yang akan dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses yang akan dikembangkan.
Pustaka Acuan
Amien, M. 1987. Pendidikan Science. Yogyakarta: FKIE IKIP.
Arends, R. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill Companies.
Borich, G.D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. New York: Mcmillan Publishing Company.
Carin, A.A. 1993. Teaching Modern Science. New York: Mcmillan Publishing Company.
Dahar, R.W. 1986. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta UT.
Kemp, J.E., Morrison, G.R., Ross, S.M. 1994. Designing Learning in the Science Classroom. New York: Glencoe Macmillan/Mc.Graw-Hill.
*) FKIP Universitas Terbuka |